Jumat, 25 Januari 2008

Permasalahan Usaha Persuteraan di Indonesia

Persuteraan alam sebagai salah satu kegiatan agribisnis dengan rangkaian usaha yang cukup panjang menjadi bagian dari pengembangan di bidang kehutanan yang dikaitkan dengan kegiatan agroindustri. Selain itu kegiatan ini sudah lama dikenal dan dibudidayakan oleh sebagian masyarakat Indonesia terutama daerah-daerah dengan lingkungan sosial budaya yang mendukung kegiatan tersebut seperti Sulawesi Selatan dan Jawa Barat.

Kegiatan sutera alam merupakan salah satu upaya untuk mendukung program rehabilitasi lahan dengan meningkatkan daya dukung lahan melalui budidaya tanaman murbei yang dikombinasi dengan pemeliharaan ulat sutera dan penanganan pasca panennya. Pengembangan usaha persuteraan alam dipandang sebagai salah satu usaha yang mempunyai harapan yang baik untuk mensejahterakan masyarakat dengan memanfaatkan lahan hutan yang masih terlantar.

Usaha kegiatan persuteraan alam khususnya produksi kokon dan benang sutera dirasakan sangat menguntungkan, karena cepat mendatangkan hasil dan bernilai ekonomi tinggi. Teknologi yang digunakan relatif sederhana, karena dapat dilakukan sebagai usaha pokok maupun sampingan yang merupakan usaha keluarga. Disamping bersifat padat karya, dapat juga menjadi sumber pendapatan masyarakat yang menguntungkan, sehingga kegiatan ini merupakan salah satu alternatif untuk meningkatkan peranan sektor kehutanan dalam mendorong perekonomian masyarakat di pedesaan.

Di Jawa Barat terdapat 3.754 petani yang memanfaatkan 2.620,90 ha lahan murbei untuk mengembangkan ulat sutera. Lahan-lahan tersebut terdapat di Sukabumi, Cianjur, Bandung, Garut, Tasikmalaya, Majalengka, Sumedang, Subang serta Purwakarta.

Produksi sutera alam Indonesia masih sangat rendah, rata-rata per tahun produksi kokon kering sebesar 250 ton atau setara dengan 31,25 ton benang. Kapasitas produksi industri pemintalan benang sebesar 87,5 ton atau setara dengan kebutuhan kokon sebesar 700 ton. Sehubungan dengan itu industri pemintalan benang belum beroperasi optimal masih kekurangan kokon sekitar 450 ton pertahun. Sedangkan kebutuhan kokon nasional saat ini sebanyak 2400 ton per tahun, kebutuhan bahan baku industri benang sutera berupa kepompong ulat sutera (kokon) masih harus impor

Tidak jarang petani sutera alam meninggalkan usaha tani sutera dan beralih pada komoditas lain yang dianggap lebih menguntungkan. Masalah yang dihadapi seperti, keterbatasan modal, aspek sumberdaya maupun sarana dan prasarana yang belum optimal perlu diatasi mengingat potensi wilayah yang mendukung serta peluang pasar yang masih terbuka.